Home Blog Page 2

KPPU Paparkan Teknik Pembuktian Predatory Pricing di Forum Global OECD

0

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam OECD Global From on menyampaikan pandangannya terkait Teknik dan Bukti untuk Menilainya Adanya Predatory Pricing. Hal ini disampaikan oleh Komisioner KPPU Dinni Melanie dalam sesi perhelatan besar tahunan OECD Global Forum on Competition, Selasa siang waktu Indonesia.

Dalam dialog, Dinni menyampaikan bahwa predatory pricing tidak harus selalu dilakukan oleh perusahaan yang memiliki posisi dominan, karena posisi dominan bukanlah syarat bagi pelaku usaha untuk mengambil tindakan merugi atau menetapkan harga yang sangat rendah, “Posisi dominan adalah tujuan yang dikejar untuk memperoleh keuntungan yang berlebihan,” tegas Dinni.

Penetapan harga predator sendiri dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 merupakan praktik penetapan harga barang atau jasa pada tingkat yang sedemikian rendah sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing dan terpaksa meninggalkan pasar. KPPU pernah menyidangkan perkara Nomor 03/KPPU-L/2020 terkait predatory pricing dan memutus terlapor bersalah. Putusan perkara ini dikuatkan hingga Mahkamah Agung.

“Perkara ini melanggar Pasal 20 tentang Penetapan Harga Predator. Dalam perkara semacam ini, KPPU melakukan analisis berbagai aspek untuk membuktikan predatory pricing, seperti pasar terkait dan pelaku usaha, pangsa pasar, analisis harga, kekuatan finansial, hambatan masuk dan hambatan masuk kembali, kelebihan kapasitas, dan dampak terhadap pasar terkait,” jelasnya lagi.

Menutup dialog, Dinni berharap diskusi ini memberikan wawasan untuk meningkatkan teknik dalam menilai bukti, khususnya dalam hal predatory pricing.

sumber: kppu.go.id

Indeks Persaingan Usaha Nasional Tahun 2021 Meningkat

0

Tim Peneliti dari CEDS-Universitas Padjadjaran umumkan bahwa indeks persaingan usaha tahun 2021 di Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai tersebut meningkat dari 4,65 menjadi 4,81 dari skala maksimal 7. Ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan usaha di Indonesia membaik, meskipun di tengah masa pandemi Covid-19. Hasil tersebut disampaikan Prof. Dr. Maman Setiawan, S.E.,M.T., Guru Besar Universitas Padjajaran yang sekaligus Ketua Tim Indeks Persaingan Usaha 2021, pada pertemuan dengan media secara virtual hari ini di Jakarta. Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh Bhima Yudistira dari Centre of Economic and Law Study (CELIOS) dan Mulyawan Ranamenggala, Direktur Ekonomi KPPU.

Indeks persaingan usaha merupakan suatu indikator tingkat persaingan usaha di perekonomian dan telah masuk dalam RPJMN Tahun 2020-2024 dimana target Nasional Indeks Persepsi Persaingan Usaha adalah 5. Indeks yang dikembangkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan CEDS-Universitas Padjadjaran setiap tahun sejak tahun 2018 ini merupakan survey persepsi kepada pemerintah, pelaku bisnis, dan publik yang dilakukan di 34 (tiga puluh empat) provinsi. Survei ini ditujukan untuk memperhatikan persepsi publik atas tingkat persaingan usaha dan menentukan berbagai hal yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah dan KPPU dalam menyikapi persoalan persaingan usaha di masa mendatang. Terdapat 7 (tujuh) dimensi dalam survei, yakni struktur, perilaku, kinerja, permintaan, pasokan, kelembagaan, dan regulasi. Berbagai dimensi ini sejalan konsep ekonomi industri untuk indeks pembangunan. Pembobotan dilakukan menggunakan analisis bobot sama dan principal component analysis.

Dari hasil survei, disimpulkan bahwa terdapat peningkatan nilai indeks dari 4,65 di tahun 2020 menjadi 4,81 di tahun 2021. Hampir seluruh dimensi menunjukkan adanya kenaikan. Kenaikan terbesar terdapat pada dimensi kelembagaan. Artinya regulasi maupun kelembagaan persaingan usaha berkembang cukup signifikan dibandingkan tahun lalu. Sektor akomodasi, makanan dan minuman; pedagang besar dan eceran; serta jasa keuangan dan asuransi tetap merupakan tiga sektor dengan intensitas persaingan usaha tinggi, sebagaimana tahun sebelumnya. Pertambangan; pengadaan air dan pengelolaan sampah; serta listrik dan gas juga masih merupakan sektor dengan tingkat persaingan usaha yang rendah.

Peningkatan indeks persaingan usaha ini dinilai positif bagi perkembangan ekonomi Indonesia, terlebih pada masa pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Hasil indeks persaingan usaha ini akan menjadi acuan bagi fokus pengawasan di KPPU, baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk itu, KPPU akan terus memperdalam temuan tersebut dan menyesuaikannya menjadi strategi di otoritas persaingan tersebut. Selain itu, ke depannya penting juga bagi KPPU untuk menganalisis indeks persaingan usaha pada sektor usaha digital, mengingat industri digital merupakan salah satu industri padat modal.

sumber : KPPU

Kami Semua Berduka

0

Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiuun

 

Segenap Keluarga Besar
Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU)

 

Turut Berduka Cita atas meninggalnya

Bapak Kodrat Wibowo, S.E., Ph.D.

 

Semoga Allah menempatannya di tempat yang paling indah bersama dengan orang-orang beriman.
Dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dalam menerima cobaan ini.

 

Aamiin Yaa Robbal Alamiin

KPPU Selenggarakan Kuliah Umum Bertema “Hukum Persaingan Usaha di Indonesia”

0

KPPU selenggarakan kuliah umum secara daring bertema “Hukum Persaingan Usaha di Indonesia”, Selasa. Komisioner KPPU Chandra Setiawan hadir sebagai pembicara pada kegiatan yang dipimpin oleh Kepala Kantor Wilayah III KPPU Bandung Lina Rosmiati.

Chandra memaparkan mengenai tujuan pembentukan hukum persaingan usaha berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 yaitu menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi nasional sebagai upaya mensejahterakan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif sehingga menjamin kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil, mencegah terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat serta terciptanya efektifitas dan efisiensi kegiatan usaha.

Sebagaimana diketahui, KPPU memiliki 4 (empat) tugas utama yaitu penegakan hukum persaingan usaha, pemberian saran dań pertimbangan kepada kebijakan Pemerintah (baik pusat maupun daerah), pengawasan merger dan akuisisi dan pengawasan kemitraan antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha UMKM. Dalam kesempatan ini, Chandra juga menjelaskan manfaat pengaturan persaingan usaha bagi konsumen diantaranya adanya keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan, konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai “price taker”dan harga barang dan jasa ideal sesuai dengan kualitas dan layanan.

“Di masa pandemi ini kita bisa membuktikan bahwa betapa persaingan sehat itu sangat penting,” ungkap Chandra.

Adapun manfaat bagi pelaku usaha yakni efisiensi alokasi sumber daya (alam, keuangan, sdm dll), menciptakan inovasi dalam perusahaan, serta membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak.

Kegitan kuliah umum ini diikuti oleh mahasiswa dari Fakultas Hukum dan Ekonomi Universitas Padjajaran, Universitas Islam Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Kristen Maranatha, Universitas Muhammadiyah Bandung, dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon serta Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

[sumber : KPPU]

Kebutuhan Revisi Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

0

Oleh Chandra Yusuf

Pendahuluan

Indonesia yang ingin memajukan ekonomi mengadopsi konsep Antimonopoli yang mengandalkan persaingan usaha secara terbuka. Keterbukaan ini membuat pasar bebas menjadi efisien. Sesuai dengan kebebasan berusaha, negara menjamin hak individu dalam melakukan usahanya. Individu dapat membuat strategi yang dapat memenangkan persaingan dan memonopoli produk atau jasa tertentu. Namun strategi tersebut wajib mengikuti konsep-konsep yang dituangkan dalam peraturan sah. Konsep Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dituangkan kedalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli). Adapun penyebutan Antimonopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disesuaikan dengan Anti-Trust and Competition Law dalam Sherman Anti-Trust Act of 1890.

Namun ada keganjilan dalam UU  tersebut. Pengertian unfair dipadankatakan dengan istilah  tidak sehat. Adapun kata Unfair Competition dalam Anti-Trust tersebut diterjemahkan dengan kata Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai bagian dari judul UU Antimonopoli tersebut, yang seharusnya menggunakan kata Persaingan Sehat (Agus Sardjono, 1999).  Akibatnya UU Antimonopoli menekankan pelaku usaha tidak perlu membuktikan tindakannya tidak melanggar persaingan yang tidak sehat, karena pelaku usaha sudah langsung wajib membuktikan dirinya bersalah dalam melakukan persaingan usaha. UU yang seharusnya mengatur bahwa pelaku usaha tidak melanggar UU persaingan usaha yang sehat. Dengan UU yang sekarang, pelaku usaha bersifat pasif dan pihak yang wajib membuktikan adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Terbitnya UU Antimonopoli

Dilihat dari terbitnya, UU Nomor: 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan UU Nomor: 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang lahir pada tahun sama memiliki prinsip hukum sama. Kedua UU tersebut seharusnya saling bertautan. Penekanan sudut pandangnya ditekankan kepada kepentingan konsumen. Seharusnya, kepentingan dari konsumen lebih didahulukan dalam menginterpretasikan UU Antimonopoli. UU Antimonopoli bukanlah pengaturan yang ditujukan kepada perusahaan yang melakukan aktifitas, akan tetapi pengaturannya lebih  kepada penguasaan perusahaan terhadap produksi, pemasaran dan penggunaannya. Perlindungannya bukan kepada konsumen yang membeli produk atau jasa perusahaan, akan tetapi perlindungannya terhadap perusahaan lain yang bersaing dengannya.

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan   Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan  Usaha Tidak Sehat menyebutkan monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pengusaha. Dalam Act to Protect Trade and Commerce Againts Unlawful Restraints and Monopolies, yang dikenal dengan nama Sherman Act tahun 1989, pemerintah Amerika Serikat mengatur tentang Antimonopoli dalam Antitrust (Andi Fahmi Lubis, dkk, 2017). Peraturan Antimonopoli tersebut menyebutkan bahwa : every contract, combination or conspiracy in restraint of trade, and any monopolization, attempted monopolization treated violations as crimes (William E. Kovacic dan Carl Shapiro, 2000). Sementara Antitrust yang memiliki pengertian lebih luas adalah: relating to efforts to prevent companies from working together to control prices unfairly or to create a monopoly (Cambridge Dictionary, https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/antitrust).

Paradoks dalam UU Antimonopoli

UU Antimonopoli dapat dilihat dari sudut pandang kepentingan umum dan kepentingan individu. Pasal 3 (a) menyebutkan bahwa tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ketentuan ini memiliki pernyataan yang bertentangan satu dengan lainnya. Kepentingan umum berada di wilayah yang beririsan dengan persaingan usaha individu yang menimbulkan efisiensi pasar.

Apabila tujuan UU Antimonopoli ini menjaga kepentingan umum, maka UU akan mendukung semua perbuatan yang memakmurkan publik. Perluasan produksi dan penetapan harga murah bukanlah dianggap sebagai objek pengaturan UU Antimonopoli. Sebagai contoh salah kaprahnya pengertian Antimonopoli, ketika pedagang menjual barang yang tersisa dengan harga rendah untuk mengembalikan modalnya. Hal ini bukanlah tindakan yang salah. Namun tindakan yang demikian akan menimbulkan paradoks, ketika keduanya terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan pedagang lainnya yang menjual harga tinggi. Karena pelaku usaha lainnya akan mengalami kerugian dengan turunnya harga barang yang sama di pasar.

Ruang Lingkup Individu dan Publik

Selama ini konsepnya bahwa konsumen dapat membeli produk dengan harga yang lebih murah, karena persediaan produk berlimpah. Sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi karena supply dan demand. Penguasaan produk dan menjualnya dengan harga yang mahal mungkin terjadi di kemudian hari, apabila pesaing usahanya tidak sanggup untuk memberikan harga yang bersaing. Persaingan yang demikian memang persaingan tidak sehat. Persaingan yang membuat keadaan perusahaannya menjadi perusahaan yang memonopoli produk di pasar. Nyatanya, harga yang rendah tidak selalu menjadi cara yang tidak sehat dalam menguasai produk atau jasa tertentu di pasar. Dalam kasus Amazon.com, First, the economics of platform markets create incentives for a company to pursue growth over profits, a strategy that investors have rewarded. Under these conditions, predatory pricing becomes highly rational—even as existing doctrine treats it as irrational and therefore implausible. Second, because online platforms serve as critical intermediaries, integrating across business lines positions these platforms to control the essential infrastructure on which their rivals depend. This dual role also enables a platform to exploit information collected on companies using its services to undermine them as competitors. (Amazon’s Anti-Trust Paradox, https://www.yalelawjournal.org/note/amazons-antitrust-paradox)

UU Antimonopoli justru memperkecil ruang lingkup persaingan usaha yang membuatnya tidak sehat. Perusahaan dapat menguasai pasar dengan memberikan produk atau jasa dengan harga murah, tetapi produk atau jasa yang dibuatnya sangat terbatas alias langka.  Sebaliknya, perusahaan dapat menjual produk atau jasa dengan harga tinggi, akan tetapi produk atau jasa yang ditawarkan berlimpah. Naik turunnya harga barang atau jasa karena keadaan persediaan tersebut bukanlah suatu kejahatan. Penetapan harga terhadap suatu barang atau jasa yang ditawarkan tidak melanggar apapun.

Kelemahan dari pembuatan regulasi dengan premis tertentu adalah adanya perumusan yang menyederhanakan peristiwanya sehingga unsur peristiwanya yang khusus menjadi unsur umum yang dapat diukur. Ketika unsur yang dituangkan kedalam peraturan memiliki unsur peristiwa yang sama, maka peristiwa yang dimaksud beririsan dengan peristiwa lainnya yang lebih khusus. Kedua peristiwanya tercakup di dalam peraturan tersebut akan memiliki pertentangan yang tidak dapat diambil persamaan seluruhnya. Oleh karenanya, sudut pandang dalam melihat suatu peraturan menjadi penting untuk menganalisa peraturan dan memisahkan objek peristiwanya. Sayangnya pemerintah melihat UU Antimonopoli hanya melihat dari satu sudut pandang UU yang telah disahkan dan menganggap  UU Antimonopoli tersebut tidak memerlukan revisi segera. Padahal larangan dalam peraturannya akan menghambat pertumbuhan usaha dan mempengaruhi ekonomi nasional saat ini.

Dengan demikian UU Antimonopoli perlu direvisi kembali, karena kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan mengikuti prinsip hukum dan ekonomi yang menjadi dasar terbentuknya UU Antimonopoli itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Andi Fahmi Lubis, dkk, “Hukum Persaingan Usaha, Buku Teks”, Edisi Ke-2, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), 2017.

Jurnal

Agus Sardjono, Antimonopoli dan Persaingan Sehat, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol 29, No 1 (1999).

Peraturan

Act to Protect Trade and Commerce Againts Unlawful Restraints and Monopolies – Sherman Act of 1989

UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

UU Nomor: 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Internet

Amazon’s Anti-Trust Paradox Cambridge Dictionary, https://www.yalelawjournal.org/note/amazons-antitrust-paradox

Cambridge Dictionary, https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/antitrust

SATU TAHUN FDPU BERBADAN HUKUM

0
Pada tanggal 11 Oktober 2021, pukul 19:00 wib, Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU) mengadakan acara peringatan satu tahun berdirinya forum tersebut sebagai perkumpulan berbadan hukum. Acara difasilitasi oleh Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Ikut hadir dalam acara itu Dekan FH USU Dr. Mahmul Siregar, S.H.,M.Hum yang memberikan sambutan selamat datang bagi para perserta. Sebelumnya, salah satu pendiri, yaitu Dr jur Udin Silalahi, S.H., LL.M., mewakili pendiri, membuka acara dengan menyampaikan sekilas riwayat berdirinya FDPU dan harapannya atas keberadaan forum ini.

Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., MLI selaku Ketua FDPU kemudian menyampaikan paparannya tentang "Memahami Perma No. 3 Tahun 2021". Beliau memberi penekanan tentang posisi peraturan Mahkamah Agung dan bagaimana melihat peraturan tersebut ketika memiliki rumusan ketentuan yang berbeda dalam beberapa hal dengan peraturan pemerintah. Menurutnya, sangat terbuka kesempatan bagi para peserta di FDPU untuk melakukan penelitian mengenai problematika seputar Perma No. 3 Tahun 2021 tersebut.

Kemudian diadakan peluncuran situs fdpu.or.id/ sebagai website resmi forum tersebut. Acara kemudian ditutup dengan rapat tahunan yang didahului dengan laporan oleh Sekretaris FDPU Dr. Siti Anisah, S.H., M.Hum. (***)


Focus Group Discussion Kajian Pemeringkatan KPPU Award 2021

0

Salah satu tugas KPPU, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 35 huruf e Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, adalah memberikan saran pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan Pemerintah agar selaras dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

KPPU Award merupakan bentuk penghargaan KPPU kepada para regulator yang mendukung terwujudnya persaingan usaha yang sehat dan terciptanya kemitraan usaha yang adil. Artinya, penerima KPPU Award adalah mereka yang mengedepankan kebijakan yang mengutamakan persaingan sehat dan kemitraan yang ideal serta memberikan hasil positif bagi masyarakat luas dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Kegiatan ini untuk pertama kalinya berlangsung pada 2020.

Tantangan dalam kegiatan pemberian KPPU Award terletak pada penentuan kriteria, bobot dan pemeringkatannya. FGD ini bertujuanuntuk menggali parameter-parameter penilaian KPPU Award pada 4 kategori seperti pada tahun 2020, yaitu Persaingan Usaha tingkat Pusat, Kemitraan Usaha tingkat Pusat, Persaingan Usaha tingkat Daerah dan Kemitraan Usaha tingkat Daerah.

Pada Kamis 23 September 2021, Pukul 13.30 s.d 15.30 WIB, FDPU diwakili oleh Dr. Siti Anisah, berpartisipasi dalam Focus Group Discussion Kajian Pemeringkatan KPPU Award 2021, bersama DKP-KPPU dan Tenaga Ahli dari IPB University. Pada FGD ini dibahas tentang Analytical Hierarchy Process (AHP). Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dan merupakan metodologi sintesa pengambilan keputusan dengan menggabungkan penilaian (judgement) dan data untuk secara efektif memberi peringkat pada pilihan-pilihan yang diberikan dan memprediksi hasil keputusan.

Tujuan utama kebijakan persaingan adalah mempromosikan persaingan sebagai alat untuk membantu terciptanya pasar yang responsif terhadap sinyal konsumen, dan memastikan alokasi sumber daya yang efisien dalam ekonomi dan produksi yang efisien dengan insentif untuk berinovasi. Produsen dapat menghasilkan pilihan kualitas produk terbaik, harga terendah dan pasokan yang memadai bagi konsumen, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan konsumen (Brodley, J.F.; Knud Hansen, et.al., Bork, R.H.; & Elzinga, KG).

Kebijakan persaingan dalam suatu negara dapat dilakukan melalui pengendalian struktur dan perilaku pasar (market structure and conduct). Untuk menilai kebijakan persaingan, setidaknya ada dua pendekatan yang dapat dililih, yaitu: 1) Pendekatan ketat (non-discretionary approach): menentukan terlebih dahulu suatu ukuran baku tentang struktur pasar yang diperbolehkan, serta larangan-larangan untuk melakukan perbuatan di luar standar yang telah ditetapkan tersebut, seperti: penentuan besarnya pangsa pasar yang boleh dikuasai; larangan terhadap segala macam bentuk praktik monopoli; larangan terhadap praktik-praktik yang mengurangi atau menghilangkan persaingan usaha; 2) Pendekatan longgar (discretionary approach): meskipun sudah diberikan suatu patokan, namun segala sesuatunya dipertimbangkan secara fleksibel atau tidak kaku.

Untuk menganalisis apakah kebijakan persaingan berjalan baik, antara lain dapat digunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (Wharton Business School, 1970). AHP merupakan metodologi sintesa pengambilan keputusan dengan menggabungkan penilaian (judgement) dan data untuk secara efektif memberi peringkat pada pilihan-pilihan yang diberikan dan memprediksi hasil keputusan.AHP memungkinkan untuk memasukkan hal-hal yang tidak berwujud (intangible) berupa penilaian manusia (human judgement) dalam proses pengambilan keputusan.

Tahapan dalam penyelesaian masalah dengan AHP, yaitu: 1) decomposition, yaitu memodelkan masalah ke dalam kerangka AHP berupa jaringan tujuan, kriteria 1, 2, 3, dst. Alternatif 1, 2, 3, dan seterusnya; 2) Penilaian komparasi (comparative judgement), membangun pembandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk mendapatkan prioritas local antar elemen-elemen dalam hierarki yang disajikan dalam bentuk matriks; 3) Komposisi hierarkis atau sintesis (synthesis of priority), mengkombinasikan prioritas local elemen-elemen dalam hierarki dengan prioritas global dari elemen induk lalu menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global, yaitu Geometric mean untuk menentukan consensus; Rater agreement merupakan suatu nilai yang menunjukkan tingkat kesepakatan responden (R1-Rn) atas permasalahan dalam satu (Ascarya, 2011)

Isu Hukum Persaingan Usaha Atas Rencana Merger 2 Perusahaan Digital Raksasa: Gojek dan Tokopedia

0

Rencana penggabungan (merger) 2 perusahaan teknologi yaitu Gojek dan Tokopedia dipilih sebagai tema KPPU dalam rangka KPPU kerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH Unsri) kembali mengadakan webinar, pada Selasa 27 April 2021, jam 9-11.

Isu merger ini pertama kali diberitakan dalam situs berita internasional yang berpusat di Amerika Serikat, Bloomberg. Sebelum itu, Gojek pernah diisukan akan melakukan merger dengan perusahaan pesaingnya yaitu Grab. Gojek merupakah perusahaan rintisan berbasis teknologi, yang saat ini disebut sebagai perusahaan decacorn dengan valuasi mencapai US$ 11Miliar, menyediakan jasa ride hailing, pengiriman barang, pengiriman makanan, bahkan kini merambah jasa keuangan. Sementara itu, Tokopedia, kegiatan usahanya adalah marketplace jual beli barang namun juga merambah ke jasa lain seperti jasa keuangan online, jasa cetak, hingga pembayaran pajak. Saat ini, Tokopedia disebut sebagai perusahaan unicorn dengan valuasinya diperkirakan US$ 8 sampai 10 Miliar.

Seminar dibuka dengan sambutan dari Ketua FDPU (Prof. Ningrum Natasya Sirait), dan Dekan FH Unsri (Dr. Febrian, S.H. M.S.) menghadirkan para pembicara dari Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D, dengan materi Peran Otoritas Persaingan Usaha dalam Merger dan Akuisisi yang Dilakukan Perusahaan; dan anggota senior FDPU yaitu Dr. Jur. Udin Silalahi, S.H., LL.M, (Dosen Fakultas Hukum UPH) dengan topik Merger dan Akuisisi Perusahaan Digital: Perspektif Hukum Persaingan Usaha; serta diakhiri oleh Prof. Joni Emirson (guru besar FHUnsri dan Pendiri FDPU).

Seminar ini menarik untuk dilakukan mengingat ada perbedaan pendapat atas rencana merger itu. Apa pendapat yang menyatakan, rencana merger Gojek dan Tokopedia tidak menimbulkan praktik monopoli karena berada pada bidang bisnis yang berbeda. Selain itu, tidak  akan menciptakan integrasi vertikal atau monopoli karena keduanya memiliki ekosistem bisnis yang terbuka. Meskipun dua perusahaan ini tidak berada dalam satu pasar bersangkutan yang sama, atau dalam rantai distribusi yang sama, isu merger di antara Gojek dan Grab  menimbulkan  resiko  terhadap iklim persaingan usaha. Menurut KPPU, risiko yang timbul dari merger ini adalah praktik penggabungan big data yang dapat digunakan untuk menguasai pasar. Ini merupakan konsekuensi logis dari transaksi penggabungan jika dilihat dari perspektif hukum perusahaan, termasuk penggabungan aktiva dan pasiva.

Bila merger antara Gojek dan Tokopedia benar terjadi, meskipun tidak memiliki bidang usaha yang berbeda, namun keduanya memiliki keterkaitan. Tokopedia memiliki core bisnis sebagai marketplace jual beli barang sementara Gojek memiliki jasa pengantaran barang jarak dekat melalui fitur Go-Send. Ini dapat menimbulkan hambatan masuk bagi pelaku usaha baru karena standar yang dibuat menjadi jauh melampaui kemampuan pelaku usaha baru itu.

Dalam melakukan merger, pelaku usaha seperti Gojek dan Tokopedia seharusnya mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia, antara lain Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat, dan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat. Dalam peraturan pemerintah itu, pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberitahukan kepada KPPU bila nilai asetnya melebihi Rp 2,5 Triliun dan/atau nilai penjualannya melebihi Rp 5 Triliun. Ketentuan serupa terdapat dalam Perkom No. 3 Tahun 2019 tentang Penilaian terhadap Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham Perusahaan yang dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopolo dan/atau Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketika pelaku usaha tidak melaporkan kepada KPPU, maka pelaku usaha akan dikenakan sanksi yaitu sebesar Rp 1 Miliar untuk setiap hari keterlambatan dengan ketentuan paling tinggi sebesar Rp 25 Miliar.

KPPU sebagai otoritas pengawas persaingan usaha melakukan penilaian terhadap transaksi merger antara Gojek dan Tokopedia. Melalui penilaian ini akan dilihat apakah merger itu benar terdapat potensi pelanggaran atau tidak mengingat keduanya memiliki sifat bisnis yang sangat terbuka atau multisided market. Melalui proses penilaian ini akan melihat mana saja pasar yang terdampak dari merger Gojek dan Tokopedia ini, termasuk potensi upaya koordinasi atau penyesuaian harga di kemudian hari. Bila melihat kecenderungan atau trend perusahaan digital saat ini, KPPU harus bijak dalam melihat isu ini sehingga iklim persaingan usaha dan perlindungan konsumen dapat terwujud.

Dr. Udin Silalahi menyampaikan bahwa tantangan Besar bagi KPPU untuk menilai Merger di Pasar Digital di Indonesia adalah terkait dengan: 1) fitur tertentu dari pasar digital menciptakan tantangan bagi kebijakan persaingan; 2) definisi pasar (pasar bersangkutan, baik produk maupun geografi, dan multi sided market); 3) struktur pasar; 4) dimulai dengan prevalensi efek jaringan,yaitu efek langsung dan tidak langsung; 5) gunakan data besar sebagai aset; 6) dominasi pasar; 7) kekuatan pasar; 8) theory of harms. Untuk itu seharusnya penilaian Awal yang dilakukan oleh KPPU meliputi: Konsentrasi Pasar; Pasar Produk-Geografis; ratio konsentrasi  atau Concentration Ratio (CRn): CR3, CR4, CR5, CR6, dan seterusnya, Herfindah Hirsman Index (HHI), meliputi Spektrum I (HHI 250) – Spekktrum III (HHI >2500; perubahan delta >150). Selanjutnya KPPU melakukan penilaian menyeluruh, yaitu terkait dengan adakah hambatan masuk pasar; apa saja potensi perilaku antipersaingan;  dan bagaimana efisiensi dan/atau kepailitan.

Komisioner KPPU, Dr. Chandra Setiawan mengingatkan banyaknya peraturan terkait dengan merger yang semestinya dipatuhi oleh para pelaku usaha; yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Bagian Keempat (Penggabungan Peleburan, dan Pengambilalihan dalam Pasal 28 dan 29); Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan; Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2019 tentang Penilaian Terhadap Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Pedoman Penilaian terhadap Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan (6 Oktober 2020); Peraturan KPPU No. 3 Tahun 2020 tentang Relaksasi Penegakan Hukum Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan dalam Rangka Mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional (9 November 2020). Diingatkan pula Ketentuan Notifikasi Merger & Akuisisi Ke KPPU yang meliputi Memenuhi batasan Nilai (threshold); M & A bukan antara  perusahaan terafiliasi; Adanya perubahan Pengendalian.

Persaingan Usaha dan UMKM

0

Oleh: Dedie S. Martadisastra

Perkembangan UMKM di Indonesia selama ini tidak tanpa tekanan berat, khususnya pada era orde baru, yakni pada masa persaingan pasar sangat tidak sehat, karena praktek-praktek monopoli dan oligopoli oleh sejumlah  usaha besar yang umumnya disebut perusahaan-perusahaan konglomerat di hampir semua sektor ekonomi merebak dan kiranya masih berlangsung hingga saat sekarang ini dengan cara-cara melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat  dalam berbagai bentuk lain yang menekan pertumbuhan UMKM.

Latar Belakang

Tekanan berat yang dihadapi oleh UMKM bukan saja dari sisi pasar output, yakni sulitnya memperluas pangsa pasar karena tidak mampu bersaing dengan usaha besar, tetapi juga dari sisi pasar input, yaitu sulitnya mendapatkan kredit, teknologi dan sumberdaya manusia yang berkualitas. Tekanan dari dua sisi tersebut membuat tingkat produktivitas pada UMKM selalu lebih rendah daripada usaha besar. Rendahnya produktivitas tentu membuat pendapatan pengusaha maupun pekerja  pada UMKM juga rendah.

Meningkatkan Daya Saing UMKM

Sebagai tanggapan terhadap tuntutan persaingan sehat dan dalam upaya menciptakan perekonomian yang efisien dan efektif, pada tahun 1999 Indonesia memberlakukan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu tujuan dari kebijakan persaingan usaha (competition policy) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan (welfare) melalui peningkatan kesejahteraan konsumen (consumer surplus) dan  produsen (producer surplus).

Apa yang terkandung dalam Undang-Undang tersebut antara lain, adalah bahwa persaingan usaha sehat akan mengurangi dan atau menghilangkan perilaku usaha : 1) Unregulated (nyaris tanpa aturan) ; 2) Concentrated  (konsentrasi ekonomi), dengan memberikan perlindungan  dan  perluasan  kesempatan  berusaha dan lapangan kerja kepada UMK ; 3) Protected (perlidungan terhadap perusahaan besar tertentu)  dan  tanpa  persaingan ; 4) Priviledge (perlakuan khusus) dan selanjutnya dalam bab IX Ketentuan Lain, Pasal 50, butir h dan i, pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil, atau kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya dikecualikan dari ketentuan Undang-Undang tersebut.

Dalam berbagai industri skala besar yang sarat dengan modal, teknologi dan resiko. Dilain pihak berbagai industri ini menciptakan multiplier effect yang sangat besar terhadap perekonomian. Dalam perkembangan berbagai industri ini sangat membutuhkan iklim investasi yang kondusif dan persaingan usaha yang sehat serta sangat membutuhkan berbagai dukungan pemasok dan pelaku usaha (forward dan backward) dalam menjalankan usahanya. Bila dikelola dengan baik, maka akan banyak pelaku usaha yang terlibat khususnya UMKM dan sekaligus berkembang dalam meningkatkan skala usaha UMKM. Konsekwensi logis dari perkembangan ini akan menciptakan peluang tenaga kerja yang signifikan.

Untuk meningkatkan daya saing UMKM dalam rangka memperluas pasar antara lain harus diperhatikan : 1) faktor-faktor internal yang dapat diubah yaitu ; meningkatkan kemampuan dan pengetahuan para manajer UMKM ; kerjasama melalui koperasi atau melalui suatu asosiasi untuk melakukan riset dengan pembiayaan secara kolektif ; Melakukan penyesuaian terhadap tingkat output tertentu sehingga dapat tercapai effisiensi.  2) Faktor-faktor eksternal. Dapat dijabarkan sebagai semua faktor yang menentukan lingkungan bisnis. Pemerintah mempunyai tanggung-jawab untuk menciptakan iklim bisnis yang kondusif termasuk persaingan usaha yang sehat. ; Keberadaan harga dan mutu dari faktor-faktor produksi. Pada sisi lain, penyediaan tenaga kerja terdidik, modal, serta pengetahuan dapat dipengaruhi oleh kebijakan, program dan proyek ; Tingkat dan efisiensi dimana UKM dapat menggunakan pengetahuan yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga tersier, instansi pemerintah dan riset-riset lain yang dibiayai pemerintah, serta melalui berbagai kegiatan jasa penerangan/penyuluhan pemerintah, akan membawa pengaruh yang kuat terhadap daya saing UKM dibandingkan perusahaan-perusahaan yang lebih besar ; Ketersediaan dan biaya kredit yang layak ; Penyediaan jasa prasarana oleh pemerintah misalnya jalan-jalan, pelabuhan, penyediaan air dan infrastruktur lainnya ; eksistensi pembeli produk-produk UKM dan koperasi yang saling bersaing ; Praktek dagang ilegal (kolusi) oleh perusahaan-perusahaan besar dapat berpengaruh negatif bagi daya saing UKM ; Biaya transaksi yang tinggi ; Peraturan perundang-undangan nasional atau praktek pemerintah pusat dan peraturan pemerintah daerah yang merugikan UKM dan koperasi ; Pungutan resmi dan pengutan liar ; praktek ilegal yang meningkatkan daya saing para pesaing, seperti membayar pajak ekspor dan bea masuk barang kurang dari yang seharusnya ; Kelaziman dan kepentingan diskriminasi berdasarkan ras, kelompok etnis, agama dan sebagainya dalam perdagangan ; UKM disebuah subsektor dapat menghasilkan output secara kompetitif yang dapat digunakan sebagai input bagi produksi komoditas lain asalkan memenuhi dua persyaratan : 1) harga dan mutu input bersaing, dan 2) biaya transaksi cukup rendah antara UKM dan calon pembeli hilir dari output mereka ; Pengaruh transportasi, biaya mengirim output kepada para pelanggan atau membawa para pelanggan ke tempat dimana jasa tersedia ; Peningkatan dalam differensiasi dan individualisasi permintaan konsumen dapat menciptakan peluang bagi UKM ; Kontrol, perusahaan-perusahaan kecil dengan seorang pengendali mungkin mempunyai keunggulan perilaku seperti energi pengusaha, tenaga kerja termotivasi dan efektif karena adanya kedekatan antara para pelanggan, pemasok, tempat produksi, manajemen, kepemilikan dan sebagainya ; Pengecer mikro dan kecil amat penting sebagai penjual produk dari produsen mikro dan kecil ; Dengan adanya globalisasi, persyaratan atas barang dan jasa yang dikonsumsi negara-negara kaya (misalnya ISO 9000) dapat mengurangi daya saing UKM ; Perusahaan-perusahaan yang lebih kecil biasanya menghadapi lebih banyak kesulitan dalam meningkatkan modal berupa ekuitas.

Kesimpulan

Kehadiran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat diharapkan dapat menjamin terciptanya iklim usaha yang kondusif, sehat, adil dan bebas dari unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme. Dampak positif langsung dari implementasi undang-undang tersebut adalah terbukanya semua pasar (untuk semua jenis komoditas/kegiatan ekonomi) dan banyaknya peluang usaha bagi setiap calon pelaku usaha yang selanjutnya akan membuat jumlah pelaku usaha meningkat tajam di semua pasar.

Semakin banyaknya jumlah pelaku usaha di suatu pasar akan meningkatkan persaingan secara ketat. Persaingan akan terjadi tidak hanya dalam harga tetapi juga kualitas, pemasaran dan pelayanan. Persaingan yang ketat seperti tersebut, memaksa setiap pelaku usaha yang terlibat harus meningkatkan effisiensi, produktivitas, dan kualitas produknya.

Perkembangan UMKM sangat didukung oleh keberadaan Undang-Undang No.5 Tahun 1999, namun harus dibarengi dengan melakukan pemberdayaan dan penguatan pelaku-pelaku usaha yang lebih lemah oleh pemerintah pusat dan daerah maupun dengan melakukan kerjasama dengan pihak swasta. Muncul pertanyaan berikut, prinsip-prinsip, instrumen dan institusi apa yang harus dikembangkan untuk menyehatkan iklim usaha ?. Yang harus dikembangkan adalah antara lain : Kelembagaan (aspek regulasi daerah, perijinan usaha, dan retribusi), ketenagakerjaan, perekonomian daerah, sosial politik, partisipasi publik, keamanan, infrastruktur, ekspansi kemudahan kredit ke sektor UMK dan isu-isu penting lainnya. (***)

*) Pernah disajikan untuk kegiatan di FEB Universitas Trisakti (Agustus 2015)


DAFTAR PUSTAKA

Heufeurs, Rainer ; Thamrin, M. Husni ; Rachmi Nur , Usaha Kecil dan Menengah di   Jerman, Hasil Kunjungan Anggota DPR-RI ke Jerman, Friedrich-Naumann-Stiftung  fur die Freiheit, Indonesia 2008

Martadisastra, Dedie S., Manfaat Persaingan Usaha dan Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Republik Indonesia, Presentasi Bulanan pada Pusat Studi Industri, UKM dan Persaingan Usaha, Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti, Jakarta, 2009.

————- Persaingan Membuat Bunga Kredit UMKM Mengecil, Fiscal News http://www.hukmas.depkeu.go.id, Juli 2009.

Rice, Robert C, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Usaha Kecil Dan Menengah, Kantor Menteri Negara Koperasi, Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah dan Proyek Partnership for Economic Growth (PEG), Juni 2000

Tambunan, Mangara, Usaha kecil dan Menengah Menuju Otonomi Daerah dan Era Perdagangan Bebas, Penyediaan Dana PUKK BUMN, httt//smecda.com/deputi7, Juli 2009

Tambunan, Tulus; Martadisastra, Dedie S., Persaingan Usaha Dan Kemiskinan, Pusat Studi Industri, UKM dan Persaingan Usaha, Fakultas Ekonomi, Universitas Trisakti, Jakarta, Januari 2009.

———–, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2008

Seminar Internasional “Academic Network”, Bali 2017

0

Pada tanggal 6 September 2017 berlangsung International Seminar on Competition Policy, yang di dalamnya juga dilakukan kegiatan academic networking.

Berikut adalah video kegiatan seminar internasional yang dilaksanakan di Nusa Dua, Bali.  Video ini hasil suntingan KPPU.