Home Blog Page 3

Masukan untuk Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU

0

Oleh Udin Silalahi

Pada tgl. 28 April 2017 DPR telah menerima Draf Amandemen UU No. 5/1999 menjadi Rancangan Undang-Undang yang akan dibahas oleh DPR bersama Pemerintah menjadi Undang- undang. RUU tersebut terdiri dari 97 pasal. Salah satu yang penting dalam RUU Perubahan tersebut adalah pengaturan tentang tata cara penanganan perkara. Karena hukum acara merupakan pintu masuk ke pengadilan untuk dapat beracara di pengadilan dan untuk menegakkan hukum materiil secara transparan dan akuntabel, seperti hukum acara pidana, hukum acara perdata, dll.

Hukum acara adalah aturan formal yang harus dilaksanakan dalam mengimplementasikan hukum materiilnya, baik di pengadilan maupun di Komisi Pengawas Persangan Usaha (KPPU). Hukum acara tersebut adalah salah satu aturan yang menjamin transparansi dan akuntabilitas penegakan suatu undang-undang. Demikian juga Pasal 38 – Pasal 44 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mengatur tentang tata cara penanganan perkara di KPPU. Dan berdasarkan ketententuan-ketentuan tersebut KPPU menerbitkan Perkom No. 1/2010 tentang tata cara penanganan perkara.

Tulisan ini tidak membahas ketentuan Perkom No. 1/2010 tersebut, tetapi membahas ketentuan Pasal 66 – Pasal 86 Rancangan UU Amandemen UU No. 5/1999 tentang tata cara penanganan perkara. Pasal-pasal inilah yang menjadi dasar bagi KPPU untuk menerbitkan Peraturan Pelaksanan Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU kelak. Untuk itu perlu diberikan masukan untuk mengatur tata cara yang lebih transparan dan akuntabel. Hal yang masih sama diatur dalam Rancangan Undang-undang tersebut dengan UU No. 5/1999 antara lain adalah pintu masuk suatu perkara di KPPU, yaitu pemeriksaan para terlapor atas adanya laporan oleh siapapun yang mengetahui ada dugaan pelanggaran dan hak inisiatif KPPU sendiri.

Apabila suatu pelaku usaha dilaporkan diduga melakukan pelanggaran atau KPPU menggunakan hak inisiatifnya, maka KPPU memerlukan alat-alat bukti atas dugaan pelanggaran tersebut. KPPU dalam mendapatkan alat bukti, masih menggunakan sistem persidangan dengan pemeriksaan terhadap terlapor. Sistem persidangan ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 74 ayat (3) Rancangan Undang-Undang yang menetapkan bahwa Sidang Majelis Komisi dilakukan dalam 4 (empat) tahap: a. Pemeriksaan Pendahuluan; b. Pemeriksaan Lanjutan; c. Musyawarah Majelis; dan d. Pembacaan Putusan. Dan lebih lanjut di dalam Pasal 74 ayat (4) ditetapkan bahwa dalam pemeriksaan persidangan Majelis Komisi dapat: a. memanggil Terlapor, Saksi, dan/atau Ahli; b. memeriksa dan meminta keterangan Terlapor dan/atau Saksi; c. memeriksa dan meminta keterangan Ahli; d. menilai alat bukti; e. meminta keterangan dari instansi pemerintah; f. meminta, mendapatkan, dan menilai surat, dokumen atau alat bukti lain; dan/atau ; g. melakukan pemeriksaan setempat terhadap kegiatan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.

Dari ketentuan Pasal 74 ayat (3) dan ayat (4) tersebut dalam pemeriksaan dan dalam rangka mendapatkan alat-alat bukti, digunakan sistem persidangan seperti persidangan pada kasus pidana dan pada kasus perdata. Berdasarkan best practices di beberapa negara, di Jerman, Komisi Uni Eropa, Jepang, dll, lembaga persaingan usaha dalam memeriksa pelaku usaha tidak dilakukan dalam bentuk persidangan untuk mendapatkan bukti-bukti atau memeriksa pelaku usaha dan para saksi atau ahli, tetapi dalam bentuk kegiatan proses administrasi untuk mendapatkan bukti-bukti atau meminta keterangan pelaku usaha, saksi, atau ahli. Kelemahan sistem persidangan adalah Majelis Komisi ikut terlibat dalam mendapatkan alat- alat bukti, memeriksa para terlapor, saksi, dan meminta keterangan ahli. Hal ini akan mengurangi independensi Majelis Komisi dalam memutuskan perkara yang sedang ditangani, karena investigator masih ada di bawah jalur komando (perintah) Majelis Komisi.
Oleh karena itu, sebagai upaya menjamin adanya independensi Majelis Komisi dalam memutus suatu perkara, seharusnya Majelis Komisi melakukan persidangan tidak dalam rangka memperoleh alat-alat bukti, tetapi pada saat melakukan musyawarah majelis dan pembacaan putusan. Oleh karena itu, sebagai upaya memperoleh alat bukti dan memeriksa saksi dan mendengar [saksi] ahli hanya dilakukan oleh tim investigator yang dihadiri oleh salah seorang anggota majelis sebagai fasilitator di antara terlapor dengan investigator. Secara administratif Ketua Majelis Komisi meminta alat bukti kepada terlapor dan para pihak terkait dan bukti-bukti tersebut diberikan kepada investigator sebagai dasar tuntutan dugaan pelanggaran.

Pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan dilakukan oleh tim investigator yang difasilitasi oleh seorang anggota Majelis Komisi. Format pemeriksaan bukan dalam bentuk persidangan, tetapi merupakan permintaan alat-alat bukti dan mengklarifikasinya. Dengan demikian pada pemeriksaan pendahuluan, pihak yang menyampaikan dugaan pelanggaran adalah tim investigator. Kemudian setelah tim investigator menyampaikan dugaan pelanggaran dengan alat bukti yang ada, para terlapor diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan. Tanggapan tersebut dapat berupa penolakan atau penerimaan dugaan pelanggaran tersebut. Setelah memberikan tanggapan, terlapor diberi kesempatan untuk melakukan perubahan perilaku kalau terlapor menerima dugaan pelanggaran tersebut (Pasal 78 ayat (3) Rancangan Undang-Undang), maka Majelis Komisi akan mengeluarkan penetapan perubahan perilaku. Kalau terlapor tidak menerima dugaan pelanggaran, maka perkara dugaan pelanggaran akan dilanjutkan ke tahap pemeriksaan lanjutan. Setelah pemeriksaan lanjutan selesai, maka tim investigator menyerahkan hasil pemeriksaan lanjutan kepada Majelis Komisi dan para terlapor juga akan menyampaikan tanggapan atau keberatan atas dugaan pelanggaran tim investigator pada waktu yang telah ditentukan oleh Majelis Komisi.
Kemudian setelah Majelis Komisi menerima dugaan pelanggaran yang lengkap dari tim investigator dan keberatan dari para terlapor, Majelis Komisi akan melakukan rapat tertutup atau musyawarah untuk memutuskan apakah para terlapor terbukti bersalah atau tidak. Putusan Majelis Komisi berdasarkan atas pertimbangan dugaan pelanggaran dan alat bukti yang diajukan oleh tim investigator dan hasil analisisnya, dan alat bukti dan argumentasi para terlapor serta keterangan saksi-saksi dan saksi ahli yang telah diajukan. Setelah Majelis Komisi menetapkan putusannya, maka Majelis Komisi akan bersidang untuk membacakan putusannya di hadapan terlapor dan tim investigator serta terbuka untuk umum, apakah para terlapor dinyatakan bersalah melanggar dugaan pelanggaran yang diajukan oleh tim investigator atau tidak. Jadi, putusan Majelis Komisi adalah suatu putusan yang independen dan kredibel.

Untuk mendukung tugas Majelis Komisi mengambil keputusan suatu perkara, maka kelompok kerja sebagaimana diatur di dalam Pasal 34 ayat (3) UU No. 5/1999 harus dihidupkan kembali. Kelompok kerja inilah sebagai think thank- nya Majelis Komisi dalam memberikan masukan untuk memutuskan suatu perkara. Kelompok kerja ini tentu terdiri dari para ahli hukum persaingan usaha, ahli ekonomi yang mendalami industrial organization, dan praktisi hukum. Dengan demikian putusan-putusan KPPU ke depan putusan-putusan yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabhkan. (***)

______
Artikel ini dipublikasikan kembali atas seizin penulis. Sebelumnya diterbitkan di Investor Daily, 16 Mei 2017. Penulis adalah pakar hukum persaingan usaha dan dosen tetap Fakultas Hukum UPH Karawaci.

Kerja Sama dengan Fakultas Hukum Unimal, FDPU Gelar Webinar Nasional

0

Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh melaksanakan Webinar Nasional  dengan tema “Arah Perubahan Pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999”, Kamis, (23/9/2021) secara online. Webinar Nasional ini dibuka oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Prof Jamaluddin dan Ketua FDPU, Prof Ningrum Natasya Sirait.

Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber yakni Kepala Biro Hukum Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Ima Damayanti MH, Ketua Diklat Indonesia Competition Lawyer Association (ICLA), Farid Fauzi Nasution LLM, serta Pakar Hukum Persaingan Usaha dari FDPU dan juga sebagai Dosen Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia, Dr Binoto Nadapdap. Sedangkan yang bertindak sebagai moderator adalah Sofyan Jafar dari Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh.

Dalam sambutannya, Prof  Jamaluddin menyampaikan, wadah FDPU sangat penting untuk menjadi mitra dari KPPU dalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkeadilan di Indonesia.

“Saya mengucapkan terimakasih atas kerja sama FDPU dengan FH Unimal hingga terselenggaranya webinar ini dan berharap agar kerja sama ini dapat berlanjut dan berkesinambungan,” harapnya.

 Sementara ketua FDPU, Prof Ningrum Natasya Sirait menyebutkan , FDPU akan terus berupaya untuk menjalin kerja sama dengan seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan menjadi mitra dari KPPU.

 “Webinar Nasional ini yang ketiga kalinya kami lakukan, dan kali ini kami jalin kerja sama dengan Unimal, dan akan menjadi mitra untuk kedepannya,” tutupnya.

Kegiatan Webinar ini diikuti oleh dosen dan juga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia serta praktisi hukum, khususnya yang menekuni bidang persaingan usaha. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom meeting dengan jumlah yang mendaftar 227 peserta, dan juga luring khusus untuk peserta dari civitas akademika Universitas Malikussaleh dengan mengikuti protokol kesehatan.[tmi]

sumber: unimal.ac.id

Introduction to A Social-Functional Approach in The Indonesian Consumer Protection Law

0

Journal article:
INTRODUCTION TO A SOCIAL-FUNCTIONAL APPROACH IN THE INDONESIAN CONSUMER PROTECTION LAW
Shidarta and Stefan Koos

This legal study, using a social-functional approach, underscores the importance of developing a viable social consumer protection system. Through it, the government should promote a more effective consumer protection system in which any obstacle hampering consumer’s ability to obtain information necessary to make rational choices can be prevented. In short, a system protecting the consumer’s right to obtain information. In this context, business enterprises are still expected to participate and support consumer protection movements at the national as well as regional level in which the end goal is to develop a fair business competition climate.

http://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/article/view/3292/2708

Lecture Series (3): Pro-Con of Artificial Intelligence

0

Kecerdasan buatan (artificial intelligence) diramalkan akan banyak mempengaruhi perilaku banyak orang, termasuk di dalamnya perilaku konsumen dan tentu saja, perilaku pelaku usaha.
Di masa depan, persaingan usaha akan diwarnai penggunakan kecerdasan buatan.

Anggota kehormatan Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU) dari Universitas Bundeswehr University, Prof. Dr. Stefan Koos diundang untuk membicarakan topik ini. Dengan difasilitasi oleh FDPU, beliau tampil di BINUS TV untuk berbagai perspektif dengan kita semua.

Dengar Pendapat Dosen Hukum Persaingan Usaha di DPR-RI

0

Dalam rangka mendapatkan masukan dari para akademisi, peneliti, dan praktisi hukum dan ekonomi, pada tanggal 19 November 2019, Komisi VI DPR-RI mengundang sembilan ahli dari berbagai perguruan tinggi dalam acara dengar pendapat terkait penggantian UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Para narasumber yang diundang oleh Komisi VI DPR-RI adalah Dr. Shidarta (Ketua FDPU/dosen BINUS), Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait (USU), Faisal Basri (UI), Dr. Siti Anisa (UII), Dr. Udin Silalahi (UPH), Dr. Kurnia Toha (Ketua KPPU), Dr. M. Syarkawi Rauf (mantan Ketua KPPU), dan Dr. Sukarmi (mantan anggota KPPU). Selain itu ada dua advokat dari Kantor Hukum Hamzah & Assegaf. Semua narasumber diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangan masing-masing.

Dalam paparannya, Shidarta yang hadir mewakili FDPU menyampaikan bahwa kritikan terhadap RUU yang ada sekarang ini sebenarnya sama dengan kritik terhadap UU No. 5 Tahun 1999 karena ternyata sebagian besar materi RUU ini tidak berbeda dengan UU sebelumnya. Memang ada penambahan pasal dalam RUU ini, sekitar 42 pasar, namun penambahan ini lebih terkait penambahan kewenangan untuk KPPU. Isu-isu seputar ekstrateritorialitas, leniensi, pra-notitifikasi, dan penambahan besaran denda administratif, juga mengemuka di dalam dengar pendapat ini. Shidarta sendiri tidak mengaksentuasi isu-isu yang sudah dibahas oleh narasumber sebelumnya, tetapi lebih mempersoalkan konsep-konsep dasar yang harus dibenahi. Sebagai contoh, ia mempersoalkan tentang nomenklatur judul UU, landasan filosofis UU ini, tujuan pengundangan, definisi praktik monopoli, pelaku usaha, konsumen, dan sebagainya.

Para narasumber secara umum menyarankan agar RUU yang memang sudah dipersiapkan sejak lama ini dapat dikaji lagi secara lebih hati-hati agar kekurangan yang sudah dialami selama 19 tahun perjalanan UU No. 5 Tahun 1999 tersebut dapat diatasi secara komprehensif. Para narasumber tidak keberatan dan sangat mendukung adanya penguatan kelembagaan KPPU, khususnya terkait capacity building dan masa depan para pegawai di lembaga independen ini. (***)




Penandatanganan Akta Pendirian Perkumpulan FDPU

0

Pada tanggal 10 Oktober 2020, pukul 10:20 WIB, berlangsung penandatanganan minuta akta pendirian PERKUMPULAN Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU), bertempat di Kantor Notaris Fully Handayani Ridwan, S.H., M.Kn. (Sektor Catalina, Jalan Raya Danau Poso Blok AA No. 21, Gading Serpong, Tangerang). Hadir sebagai penghadap adalah Shidarta dan Eugenia Mardanugraha, mewakili diri mereka dan 13 orang para pendiri FDPU lainnya. Lima belas pendiri yang nama-namanya tercantum dalam akta adalah:

1. Ningrum Natasya Sirait (FH USU, Medan)
2. Shidarta (Jurusan Hukum BINUS, Jakarta)
3. Joni Emirzon (FH Unsri, Palembang)
4. Siti Anisah (FH UII, Yogyakarta)
5. Dedie S. Martadisastra (FEB Usakti, Jakarta)
6. Udin Silalahi (FH UPH, Tangerang)
7. Eugenia Mardanugraha (FEB UI Depok)
8. Paramita Prananingtyas (FH Undip, Semarang)
9. Anna Maria Tri Anggraini (FH Usaktii, Jakarta)
10.Maman Setiawan (FEB Unpad, Bandung)
11.Sukarmi (FH UB, Malang)
12 Prawidya Hariani (FE UMSU Medan)
13.Henrycus Winarto (FBE Univ Surabaya)
14.Sofyan Jafar (FH Univ Malikussaleh, Lokhseumawe)
15.Lanny Kusumawatii (FH Univ Surabaya).

Acara bersejarah berupa penandatanganan badan hukum ini juga disaksikan oleh para pendiri melalui zoom.

Nama perkumpulan yang telah disetujui oleh Kemenkumham adalah Perkumpulan Forum Dosen Persaingan Usaha (disingkat FDPU). Di dalam akta pendirian ini, untuk pertama kali sekaligus diangkat Ketua FDPU Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.Li., kemudian sekretaris Dr. Siti Anisah, S.H., M.Hum., dan bendahara Dr. Eugenia Mardanugraha, S.Si., M.E.

Seminar FDPU tentang Data Pribadi dan Ekonomi Digital

0

Pada tanggal 2 Oktober 2019, FDPU bekerja sama dengan Jurusan Hukum Bisnis Universitas Bina Nusantara (BINUS) Jakarta, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Universitas Bundeswehr Munich (Jerman) dan Universitas Applied Sciences & Arts Dortmund (Jerman), mengadakan seminar sehari dengan topik: Personal Data Protection (EU & Indonesia) and Competition Perspective in Digital Economy.

Tampil sebagai pembicara dalam seminar di Kampus Alam Sutera BINUS ini adalah Prof. Dr. Stefan Koos (Bundeswehr-Munich), Prof. Dr. Michael Bohne (Applied Sciences & Arts-Dortmund), Dr. Bambang Pratama (BINUS), Kodrat Wibowo, Ph.D. (Komisioner KPPU), dan Dr. I Nyoman Ardhiana (Plt Direktur Digital Ekonomi Kominfo). Acara dibuka oleh Ketua FDPU Shidarta, Deputi Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto Arsyad, serta Ketua Jurusan Hukum Bisnis BINUS Dr. Ahmad Sofian. Seminar dibagi dalam dua sesi, masing-masing dipandu oleh Dr. Stijn Cornelis van Huis dari BINUS dan Alia Saputri dari KPPU. Peserta terdiri dari sejumlah akademisi (khususnya angota FDPU), praktisi, dan para mahasiswa.

Kerja sama dengan melibatkan dua universitas di Jerman memang baru pertama kali ini berlangsung. Kedua guru besar ini juga berkesempatan mengadakan seminar di Universitas Trisakti Jakarta. Sebelumnya Prof. Stefan Koos juga telah berkunjung ke Universitas Airlangga dan dalam waktu dekat akan ke Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Pada sesi pertama, para pembicara menekankan segi-segi pengaturan data pribadi di Uni Eropa dan Indonesia. Selama ini ada pandangan bahwa Uni Eropa adalah model yang bisa dijadikan benchmark. Menurut Stefan Koos, hal ini tidak seluruhnya benar. Ia menyebutkan sejumlah prinsip yang menurutnya masih belum tuntas diatur dan masih diperbincangkan, misalnya tentang data yang dikreasikan melalui kecerdasan buatan (artificial intelligence).

Terkait dengan persaingan usaha, diperkirakan bahwa isu-isu pemanfaatan (baca: manipulasi) data pribadi konsumen dan pelanggan akan makin marak dalam upaya memenangkan kompetisi bisnis.  Kondisi ini perlu diberikan perhatian khusus di Indonesia, mengingat kepemilikan handphone (di dalamnya termasuk smartphone) sudah mencapai angka di atas 250 juta buah (aktif). Artinya, Indonesia sudah masuk dalam pengguna lima besar dunia. Hal ini tentu menarik perhatian pelaku usaha untuk memanfaatkan ceruk pasar yang sangat luas melalui bantuan teknologi komunikasi dan informasi. (***)

Lokakarya Pengayaan Pengajaran Persaingan Usaha di Surabaya 2019

0

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), pada awal Agustus 2019 lalu kembali menyelenggarakan Lokakarya Pengayaan Pengajaran Persaingan Usaha bagi Perguruan Tinggi dengan menghadirkan para akademisi di Jawa Timur. Hadir sebagai pembicara pada lokakarya ini adalah Deputi Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto (dari kiri), Anggota KPPU Afif Hasbullah, dan Akademisi Universitas Brawijaya Sukarmi serta dipandu oleh Staf Ahli Bidang Kelembagaan KPPU Barid Effendi.

Tujuan dari lokakarya ini adalah meningkatkan sinergitas antara KPPU dengan para akademisi di Jawa Timur. Bentuk akhir dari sinergi ini adalah terinternalisasinya nilai-nilai persaingan usaha di tingkat Perguruan Tinggi. Bahkan ke depannya, sinergi tersebut diharapkan dapat membantu Pemerintah untuk menyusun regulasi yang diharmonisasikan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Saat membuka lokakarya, Afif menyampaikan “KPPU merupakan anak kandung reformasi yang eksistensinya harus mendapat support dari seluruh elemen masyarakat untuk melaksanakan tugas penegakan hukum dalam bidang persaingan usaha, advokasi kebijakan, notifikasi merger dan akuisisi serta pengawasan kemitraan sehingga perlu mendapat dukungan salah satunya dari Perguruan Tinggi yaitu melalui penelitian-penelitian”.

Terkait akademisi, Afif menyampaikan bahwa dosen dan para pengajar di Perguruan Tinggi memiliki peran yang sangat penting bagi keberhasilan program lokakarya ini. KPPU memandang kerja sama dengan akademisi sangat strategis dalam upaya internalisasi pengetahuan persaingan usaha yang sehat di Perguruan Tinggi, serta mendorong akademisi untuk aktif melakukan penelitian, pengkajian, dan pengajaran tentang isu-isu persaingan usaha. Selanjutnya melalui Lokakarya ini diharapkan Perguruan Tinggi mampu menjadi partner bagi KPPU dalam pengembangan hukum persaingan usaha.

Sumber berita:
https://www.kppu.go.id/id/blog/2019/08/kppu-selenggarakan-lokakarya-persaingan-usaha/

Lomba Penulisan Esai Persaingan Usaha

0

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) mengadakan lomba penulisan esai persaingan usaha tingkat nasional bagi para mahasiswa. Salah satu juri yang dilibatkan adalah perwakilan dari Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU), yaitu Shidarta. Dua juri yang lain adalah Dr. Maman Setiawan (FEB Unpad) dan Moh. Reza (KPPU).

Lomba esai ini diikuti oleh 38 orang mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seluruh Indonesia. Acara final diadakan di Hotel Mercure, Bandung, tanggal 2 Mei 2019. Ikut hadir menyaksikan final tersebut, Kabiro Humas KPPU Firmansyah, didampingi oleh Damien Kelly dari Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) dan Kazuhira Nakasato sebagai competition expert dari Japan International Cooperation Agency (JICA).  Tamu-tamu dari Australia dan Jepang ini hadir sebagai pengamat yang mengikuti sejak presentasi sampai dengan pengumuman pemenang. Tampil sebagai pemenang mahasiswa dari Universitas Jambi, Universitas Indonesia, dan Universitas Airlangga.

Di sela acara, representasi dari ACCC Damien Kelly menyempatkan membawakan presentasi tentang penggunaan teknologi informasi dalam persaingan usaha. (***)

Kabar dari Seminar Implikasi ACAP 2016-2025

0

Seminar nasional persaingan usaha dengan tema “Implikasi Pemberlakuan ASEAN Competition Action Plan (ACAP) 2016-2025 terhadap Persaingan Usaha di Indonesia”, kerja sama antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Forum Dosen Persaingan Usaha (FDPU), telah dilangsungkan tanggal 18 Desember 2018. Seminar yang diikuti sekitar 150 peserta ini diadakan di Hotel Harris Vertu, Harmoni, Jakarta.

Acara dibuka oleh Ketua KPPU Kurnia Toha, S.H., LL.M., Ph.D. Beliau mengapresiasi kehadiran para dosen pada seminar ini, sekaligus menggarisbawahi dukungan KPPU untuk terus bekerja sama dengan FDPU dalam acara-acara seperti seminar ini. Beliau menginformasikan bahwa KPPU dalam beberapa tahun ke depan akan melakukan kajian-kajian pada berbagai area usaha, untuk mencari tahu mengapa daya saing pelaku usaha Indonesia tidak cukup kuat.  Melalui kajian-kajian yang melibatkan para ahli dan akademisi, diharapkan KPPU dapat memberikan rekomendasi yang solutif dan mendalam.  Hal yang sama diutarakan oleh Ketua FDPU Shidarta, yang menyatakan bahwa KPPU sangat perlu bersinergi dengan para dosen dalam menjalankan peran dan fungsinya tersebut dengan memberi pandangan-pandangan mereka yang kritis. KPPU, menurutnya, telah menjadi model institusi persaingan usaha di banyak negara ASEAN, sehingga kewenangannya harus terus diperkuat.


Ms. Yap Lai Peng (Assistant Director of Competition, Consumer Protection, and IPR Division, ASEAN Secretariat) memberi catatan tentang rintisan yang dilakukan Indonesia dengan KPPU-nya. Bersama dengan Thailand, Indonesia merupakan pelopor pemberlakuan undang-undang persaingan usaha pada tahun 1999. Saat ini hanya Kamboja yang belum memiliki pranata hukum persaingan usaha. Kendati demikian, ia menggarisbawahi perbedaan-perbedaan cukup prinsip dalam rejim pengaturan persaingan usaha di negara-negara anggota ASEAN. Uraian lebih rinci disampaikan oleh pembicara berikutnya dari  Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Hesty D. Lestari, S.H., LL.M., MES. Beliau meragukan efektivitas kerjasama regional untuk menangani transaski bisnis lintas-negara serta upaya mengharmoniskan kebijakan dan hukum persaingan di ASEAN. Menurut Hesty D. Lestari, harmonisasi biasa dapat dicapai dengan cara: (1) pembentukan lembaga supranasional, dan (2) kerjasama antar-negara. Namun, pembentukan lembaga supranasional seperti di Uni Eropa, kemungkinannya sangat kecil. Untuk itu, cara yang paling memungkinkan adalah dengan mengandalkan kerjasama antar-negara.  Idealnya, ia menyarankan agar rancangan perubahan UUD No. 5 Tahun 1999 dapat diarahkan ke satu tujuan, yaitu menuju ke pasar tunggal ASEAN. Langkah yang sama seharusnya disadari dan dilakukan juga oleh otoritas negara-negara lain anggota ASEAN.

Berly Martawardaya (Direktur Program INDEF) yang tampil sebagai pembicara ketiga  menyinggung topik tentang peluang dan tantangan ACAP 2016-2025. Ia memberi perhatian pada perusahaan-perusahaan Indonesia karena tidak sanggup berkompetisi di area global. Sebagai contoh, dalam daftar Fortune 500, Indonesia hanya menyumbang dua perusahaan saja. Hal ini menunjukkan sebagian besar perusahaan-perusahaan kita masih fokus bermain di pasar domestik. Ia menyatakan, proteksi dari negara tidak dapat dibiarkan berlangsung terus-menerus, termasuk dalam konteks ini adalah mencari posisi yang tepat bagi badan-badan usaha milik negara (BUMN). Struktur pelaku usaha di Indonesia juga masih belum sehat karena yang besar hanya berkisar pada itu-itu saja, sedangkan di sisi lain ada sekian banyak UKM yang tidak kompetitif. Di level menengah justru tidak terisi, sehingga tidak terbentuk struktur piramida pelaku usaha di Indonesia.


Taufik Ahmad, S.T., M.M. (Plt Deputi Pencegahan KPPU) sebagai pembicara terakhir memaparkan peran KPPU dalam menghadapi implementasi ACAP. Selama ini KPPU memiliki kewenangan yang dibatasi oleh UU No. 5 Tahun 1999, yang ruang lingkupnya hanya sebatas wilayah Indonesia. Kendati, menurut Taufik Ahmad, ada juga contoh kasus Temasek yang melibatkan pelaku usaha mancanegara. Belum lagi instrumen seperti leniency program yang juga belum tertampung di dalam UU No. 5 Tahun 1999. Pada intinya, ia meyakini kompleksitas persaingan di Indonesia juga akan makin rumit, akibat keterbukaan pasar ASEAN itu.  (***)