Oleh: Prof. Dr. Alum Simbolon, SH, M. Hum.
UULPM dirancang untuk mengontrol atau mengawasi tindakan dari kelompok pelaku usaha atau pelaku ekonomi yang menguasai pasar tanpa perduli dengan pelaku usaha lainnya. Melakukan penyalahgunaan posisi dominan dengan menggunakan kekuatannya untuk berbagai macam kepentingan yang menguntungkan dirinya sendiri sebagai pelaku usaha. Dengan lahirnya UULPM maka ada hukum yang mengatur ketika terjadi persaingan usaha tidak sehat antara pelaku-pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha lainnya. UULPM dikeluarkan di saat Indonesia berada dalam keadaan krisis moneter. Jika dibandingkan dengan negara lain, undang-undang sejenis UULPM ini telah lama ada dan digunakan untuk membahagiakan masyarakatnya dengan kebebasan memilih barang dengan harga yang kompetitif. Di Amerika Serikat, keberadaan Undang-Undang tersebut sudah berumur lebih dari 100 tahun yang dikenal dengan nama Sherman Act. Di Kanada pada tahun 1889 Undang-Undang semacam itu sudah dikenal, di Jepang umurnya sekitar 40 tahun, di Jerman umurnya sekitar 60 tahun dan terdapat lembaga pengawas dengan nama Bundes Kartel Amm. Di Eropa sudah lama dikenal perjanjian di antara negara-negara Eropa untuk menyelesaikan perkara-perkara anti monopoli yang terjadi yang dilakukan secara cross border atau dilakukan secara lintas batas di berbagai negara Eropa. Di Indonesia baru hadir pada tahun 1999, namun tetap penulis menyampaikan suatu hal yang membahagiakan juga untuk kontrol pelaku usaha dengan pelaksanaan tugas dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU diangkat Presiden dan bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha menerapkan UULPM agar tujuan tercapai seperti yang diatur pada Pasal 3 UULPM.
Mendalami UULPM adalah sangat simpel namun berat, cukup dengan membuat 3 (tiga) jenis larangan atau yang tidak diperbolehkan yaitu:
1. Perjanjian yang dilarang (Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 UULPM)
2. Kegiatan yang dilarang (Pasal 17 sampai dengan Pasal 24 UULPM) dan
3. Larangan Penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 25 sampai dengan Pasal 29 UULPM)
Penguasaan pasar diatur dalam Pasal 19 huruf a dan b UULPM, yang merupakan salah satu kegiatan yang dilarang dalam UULPM. Pasal 19 huruf a dan b UULPM mengatakan bahwa Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
Pelaku usaha yang melakukan Pasal 19 huruf a dan/atau b termasuk menjalankan kegiatan penguasaan pasar dan pasti dilarang dilakukan, karena merupakan kegiatan yang dilarang dengan menguasai pasar bersangkutan. Diharapkan semua pelaku usaha dapat masuk pada pasar bersangkutan dengan fair sehingga semua pelaku usaha sama melakukan kegiatan usaha untuk bersama membangun bangsa.
Sanksinya bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap Pasal 19 huruf a dan b UULPM dan pidana diatur pada Pasal 48 ayat (1) UULPM: Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana., denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
Setelah keluarnya UU 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UUCK) mengatur sanksi atas pelanggaran UULPM ini menyatakan bahwa besaran denda minimal Rp 1 miliar tanpa mencantumkan denda maksimal. Hal ini yang kurang relevan karena harus ada rate terndah sampai tertinggi. Misalnya terendah 1 miliar dan tertinggi 500 milliar, jangan membiarkan kosong rate tersebut.
Pasal 47 ayat 2 point c UUCK mengatakan perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli, menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat sebagimana diatur dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 dan Pasal 27 UULPM. Hal ini sesuai dan patut bahwa segala kegiatan merugikan masyarakat harus dicegah dan harus dihentikan apabila telah dilakukan.
Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyebut tentang Sanksi Administratif Persaingan Usaha Tidak Sehat diantaranya adalah:
- Sanksi administratif yang dijatuhkan sesuai dengan tingkatan pelanggaran dan memperhitungkan dampak yang terjadi atas pelarrggaran yang dilakukan oleh pelaku Usaha;
- Sanksi aidministratif yang dijatuhkan tidak menyebabkan berhentinya kegiatan usaha namun efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa atau pelanggaran lainnya yang akan dilakukan oleh Pelaku Usaha. Dengan keberlangsungan usaha maka kegiatan ekonorni akan tetap dijalankan yang memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat melalui lapangan kerja, ketersediaan barang atau jasa, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
- Sanksi administratif yang dijatuhkan harus disertai dengan alasan yang jelas yaitu pertimbangan yang rinci, konkret, dan berdasarkan data yang valid dan terukur.
Perkara yang diputus KPPU terkait Pasal 19 UULPM antara lain Putusan Perkara No. 29/KPPU-L/2020 tentang dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Pelabuhan Indonesia (Persero) tidak terbukti melakukan pelanggaran atas pasal tersebut. Perkara bermula dari laporan masyarakat yang melibatkan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) (d/h PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero)) sebagai Terlapor. Dalam perkara tersebut, Terlapor diduga melakukan tindakan penguasaan pasar dalam jasa layanan bongkar muat barang di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon pada periode tahun 2008 sampai dengan 2018 melalui pengalihan seluruh kegiatan bongkar muat barang di Dermaga Yos Sudarso kepada Perusahaan Bongkar Muat (PBM) yang ditentukan Terlapor. Tindakan tersebut dilakukan melalui berbagai surat pemberitahuan yang disampaikan Terlapor kepada beberapa perusahaan pelayaran yang tidak memiliki dasar dan kekuatan mengikat bagi pengguna jasa (https://kppu.go.id/siaran-pers/.) Transparansi Putusan perkara nomor 29/KPPU-L/2020, menyatakan bahwa tidak terbukti adanya pelanggaran atas Pasal 19 huruf a dan b UULPM yaitu Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf a dan huruf b UULPM terkait Jasa Bongkar Muat Barang di Dermaga Yos Sudarso Pelabuhan Ambon, yang diputus oleh KPPU pada tangga 11 Januari 2022
